MEDIA BELAJAR DARING /BDR SMA NEGERI 1 MADANG SUKU II KAB .OKU TIMUR DIMAS CONVID-19

Kamis, 05 Mei 2011

3.3.Kurang Yodium Berisiko Tinggi Pada Wanita Hamil (Kimia Lingkungan)

Kurang Yodium Berisiko Tinggi

Pada Wanita Hamil

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) tidak hanya menyebabkan 'gondok epidemik', tetapi pada wanita hamil mempunyai resiko karena bisa mengakibatkan abortus, lahir mati, kematian bayi sampai cacat bawaan.
Bahkan, kata Wakil Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Kamis, semua gangguan tersebut dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia sekolah, produktivitas rendah pada orang dewasa serta timbulnya berbagai permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat pembangunan.

Guna mengatasi GAKY, pemerintah mencanangkan Program Yodisasi Garam (PYG), yaitu penambahan yodium pada semua garam konsumsi yang disepakati sebagai cara yang aman, efektif dan berkesinambungan untuk mencapai konsumsi yodium yang optimal bagi masyarakat.

Pada sosialisasi Ranperda Pemprov Sulsel menyangkut peredaran garam beryodium dan garam tidak beryodium dalam wilayah Sulsel, garam beryodium adalah garam konsumsi yang mengandung komponen utama Natrium Chlorida (NaCl) minimal 94,7 persen, air maksimal lima persen dan Kalium Iodat (KIO3) sebanyak 30-80 ppm (mg/kg) serta senyawa lainnya.

Wagub mengatakan, Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah yang potensial untuk usaha garam, baik sebagai daerah produsen garam bahan baku dengan produksi rata-rata 70.000 ton per tahun maupun sebagai daerah industri garam beryodium yang memiliki sekitar 40 perusahan dengan kapasitas produksi kurang lebih 40.000 ton per tahun.

Dengan jumlah penduduk yang cukup besar yakni mencapai 7,3 juta jiwa, daerah ini juga merupakan wilayah pemasaran garam konsumsi yang cukup potensial.

Wagub mengingatkan masyarakat bahwa ada garam beryodium palsu, karena ditemukan kemasan garam yang mengklaim mengandung yodium namun kandungan KIO3 ternyata kurang dari 30 ppm.



Sabun dan Deterjen

Limbah domestik kerapkali mengandung sabun dan diterjen. Keduanya merupakan sumber potensial bagi bahan pencemar organik. Sabun adalah senyawa garan dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, C17H35COO-Na+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat dipahami dengan mengingat kedua sifat dari ion sabun. Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan hidrokarbon yang panjang sebagai “ekor“.

Dengan adanya minyak, lemak dan bahan organik tidak larut dalam air lainnya, kecenderungan untuk ‘ekor” dari anion melarut dalam bahan organik, sedangkan bagian “kepala” tetap tinggal dalam larutan air.

Oleh karena itu sabun mengemulsi atau mengsuspensi bahan organik dalam air. Dalam proses ini, anion-anion membentuk partikel-partikel micelle .

Keuntungan yang utama dari sabun sebagai bahan pencuci terjadi dari reaksi dengan kation-kation divalen membentuk garam-garam dari asam lemak yang tidak larut.

2 C17H35COO-Na+ + Ca2+ –> Ca(C17H35CO2)2(s) + 2 Na+

Padatan-padatan tidak larut ini, biasanya garam-garam dari magnesium atau kalsium. Keduanya tidak seluruhnya efektif seperti bahan­bahan pencuci. Bila sabun digunakan dengan cukup, semua kation divalen dapat dihilangkan oleh reaksinya dengan sabun, dan air yang mengandung sabun berlebih dapat mempunyai kemampuan pencucian dengan kualitas yang baik.

Begitu sabun masuk ke dalam buangan air atau suatu sistem akuatik biasanya langsung terendap sebagai garam-garam kalsium dan magnesium, oleh karena itu beberapa pengaruh dari sabun dalam larutan mungkin dapat dihilangkan. Akhirnya dengan biodegridasi, sabun secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan. Oleh kerena itu terlepas dari pembentukan buih yang tidak enak dipandang, sabun tidak menyebabkan pencemaran yang penting.

Deterjen sintentik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dari magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu karakteristik yang tidak nampak pada sabun.

Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan yang bereaksi dalam menjadikan air menjadi basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-padatan (debu) dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur “Amphiphilic” yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air.

Senyawa ini suatu surfaktan alkil sulfat, suatu jenis yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti shampo, kosmetik, pembersih, dan loundry. Sampai tahun 1960-an sufaktan yang paling umum digunakan adalah alkil benzen sulfonat. ABS suatu produk derivat alkil benzen. ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada strukturnya. Oleh kerena itu ABS kemudian digantikan oleh surfaktan yang dapat dibiodegradasi yang dikenal dengan Linier Alkil Sulfonat (LAS). Sejak LAS menggantikan ABS dalam deterjen masalah-masalah yang timbul seperti penutupan permukaan air oleh gumpalan busa dapat dihilangkan dan toksinitasnya terhadap ikan di air telah banyak dikurangi.

Sampah dan buangan-buangan kotoran dari rumah tangga, pertanian dan pabrik/industri dapat mengurangi kadar oksigen dalam air yang dibutuhkan oleh kehidupan dalam air. Di bawah pengaruh bakteri anaerob senyawa organik akan terurai dan menghasilkan gas-gas NH3 dan H2S dengan bau busuknya. Penguraian senyawa-senyawa organik juga akan menghasilkan gas-gas beracun dan bakteri-bakteri patogen yang akan mengganggu kesehatan air.

Ditergen tidak dapat diuraikan oleh organisme lain kecuali oleh ganggang hijau dan yang tidak sempat diuraikan ini akan menimbulkan pencemaran air. Senyawa-senyawa organik seperti pestisida (DDT, dikhloro difenol trikhlor metana), juga merupakan bahan pencemar air. Sisa-sisa penggunaan pestisida yang berlebihan akan terbawa aliran air pertanian dan akan masuk ke dalam rantai makanan dan masuk dalam jaringan tubuh makhluk yang memakan makanan itu.

Bahan pencemar air yang paling berbahaya adalah air raksa. Senyawa­senyawa air raksa dapat berasal dari pabrik kertas, lampu merkuri. Karena pengaruh bakteri anaerob garam anorganik Hg dengan adanya senyawa hidrokarbon akan bereaksi membentuk senyawa dimetil mekuri (CH3)2Hg yang larut dalam air tanah dan masuk dalam rantai makanan yang akhirnya dimakan manusia.

Energi panas juga dapat menjadi bahan pencemar air, misalnya penggunaan air sebagai pendingin dalam proses di suatu industri atau yang digunakan pada reaktor atom, menyebabkan air menjadi panas. Air yang menjadi panas, selain mengurangi kelarutan oksigen dalam air juga dapat berpengaruh langsung kehidupan dalam air.

Semoga Bermanfaat

baru